MUNGKIN lho ya jadi belum tentu benar (makanya pake
huruf kapital, miring, tebal dan digarisbawahi), melambatnya penyerapan
anggaran terutama didaerah bahkan DKI juga, katanya disebabkan oleh ketakutan
para kepala daerah menggelontorkan APBD-nya.
Ketakutan itu katanya (lagi) didasari oleh rajinya
KPK mencokok pejabat korup, yang kemudian diekori oleh kejaksaan dan kepolisian
biar semakin dipercaya sama rakyat (baguslah, biar koruptor musnah).
Membuat pejabat daerah malu-malu dan takut untuk
mengembangkan dan membangun daerahnya. Takut dicokok dan juga malu (malu-maluin
para senior kalau sampai ketangkep), jadinya ya gitu lah banyak anggaran yang
belum digunakan.
Dan hasilnya bisa ditebak, melambatnya pembangunan
dan juga belanja daerah, berdampak pada banyak hal. Seperti perbaikan sarana
dan prasana untuk masyarakt hingga berdampak kepada pelemahan rupiah (katanya
lagi).
Tak berlebihan pula jika beberapa waktu lalu anggota
dewan (tidak) terhormat hendak membatasi gerak KPK untuk hanya mengurus korupsi
diatas 50 Milyar saja, dan juga KPK hendaknya meminta ijin terlebih dahulu untuk
melakukan penyadapan.
Kelakuan mereka ini lebih mirip seperti gerakan
menyelamatkan tuyul-tuyul mereka di daerah, sebuah ketakutan parpol terhadap
berkurangnya setoran dari para tuyul mereka.
Bagaimana tidak, kepala daerah sekarang inikan
seperti pundi-pundi untuk partai pendukungnya, bukankah mereka itu sering
disebut petugas partai, bukan petugas pelayanan masyarakat.
Kalau kepala daerah ini benar-benar tidak ada kong
kalikong atau slintat-slintut (baca: korupsi) dalam setiap proyek-proyek yang
mereka kerjakan, kenapa pula mesti takut dengan KPK, takut dibidik dan dicokok
KPK.
Asal benar dan bersih dari unsur korupsi, tidak
berniat menyisihkan receh untuk sesaji tuan dan nyonya besar, sekalipun dilaporkan oleh
siapa saja termasuk oleh lawan politiknya kenapa mesti takut. Berani karena
pasti berada dijalur yang benar dan takut pastilah ada udang dibalik rempeyek,
ada uang di balik proyek........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar