Kisah ini berhubungan erat dengan stempel yang digunakan
sebagai penanda penyortiran barang atau bahkan mungkin juga digunakan pada
orang.
Untuk ilustrasi, ku awali kisah ini dari gudang penyortiran sayur-mayur
dan buah-buahan. Sebagai gudang sayur dan buah yang menjadi satu, terkadang ada
saja buah dan sayur yang salah tempat. Karena berwarna orange terkadang jeruk
di stempel dan masuk kedalam golongan wortel,
atau karena bentuknya bulat terkadang tomat di stempel dan masuk kedalam
golongan jeruk, dan lain sebagainya.
Entah karena kurang teliti atau malas berpikir atau justru
memang disengaja.
Dan seperti itulah yang tengah terjadi pada seorang Rocky
Gerung, karena beberapa pernyataanya terutama tentang hoax, telah membuat
banyak orang (awam hingga ahli) menyetempel atau mengecapnya sebagai orang
pro-hoax.
Dimana saat ini pro-hoax
adalah ditujukan pada golongan yang diangap sebagai aliran yang terlalu
kanan dan radikal. Golongan yang katanya sering dinilai sebagai ahli bikin
berita hoax dan menyebar segala bentuk hoax beserta turunannya.
Maka dari itu, di hari-hari belakangan ini Rocky
Gerung dimasukkan/distempel/dicap sebagai pengikut mereka, bahkan yang lebih
sadis lagi di olok-olok sebagai filsuf lokal yang gagal memahami ajaran filsuf
Zizek yang akhirnya menjadi pengikut Rizieq.
Tapi benarkah seorang Rocky Gerung seperti itu? Coba kita cek
beberapa peryataannya.
Yang terkenal adalah ini “Pembuat hoax terbaik itu adalah penguasa…….”, dan dalam sebuah acara di
televisi beliau sendiri sudah memberikan contohnya. Namun saya ingin menterjemahkan
dan membuat contoh sendiri dari ucapan tersebut.
Misalnya begini, ketika seorang Bedjo, sepulang menggurus SIM
membuat sebuah status, “ Mantap brow, nambah
200 rebu ngurus SIM sehari jadi, tanpa tes lagi!!!! ”, hanya sebuah status tanpa
disertai bukti apapun. Sebuah status yang sudah menjadi rahasia umum dan sudah
biasa dibicarakan dimana-mana, warung kopi, angkringan bahkan caffe dan
restoran.
Apakah ketika status tanpa data dan bukti tersebut dibagikan
oleh orang banyak dan kemudian viral di dunia maya, akan menjadikan Bedjo
sebagai tersangka pembuat hoax? Dan penyebar status hoax? Dan oleh karenanya
perbuatan ini Bedjo bisa dikenai pasal (karet) penyebaran hoax?
Sementara itu pemerintah dengan tegas menyangkal apa yang
menjadi status Bedjo diatas, dengan mengeluarkan data-data yang ada, bahwa
tidak ada pungutan liar pengurusan SIM, tidak ada laporan dan bukti yang masuk,
tidak ada kerugian negara akibat praktek pungli tersebut.
Dan apakah lantas secara otomatis pernyataan pemerintah
tersebut adalah sebuah fakta? Sebuah kebenaran yang harus diamini seluruh
rakyat Indonesia tanpa perlu dikritisi? Hanya karena diperkuat oleh data-data
yang ada?
Dititik ini, Bedjo akan dianggap sebagai penyebar hoax
sementara pernyataan pemerintah adalah sebuah fakta dengan data yang tidak
terbantahkan.
Padahal apabila bila dilakukan sebuah penelitian (kalau mau),
ambilah secara acak 100 pengendara yang sedang lewat dijalan raya, kemudian
adakan tes ujian tulis dan praktek mengemudi yang sesuai standar untuk
mendapatkan SIM. Akankah 100 pengendara tersebut lulus? Akankah para remaja 17
tahun banyak yang lolos? Akankah para bapak/ibu banyak yang lolos? Akankah para
selebriti banyak yang lolos?
Sampai disini, kisah diatas akan menjadi terbalik, dan apa
yang dinyatakan oleh Rocky Gerung menjadi suatu pembenaran, bahwa pembuat hoax terbaik
adalah penguasa.
Lantas pemikiran Rocky Gerung agar tidak bersikap berlebihan
terhadap masalah hoax ini, apakah harus distempel/dicap sebagai orang yang beraliran
ke-kanan-kanan-an? Tidak bisakah pemikirannya dianggap sebagai bentuk
kekhawatiran terhadap pemberangusan kebebasan berbicara? Pemberangusan
kebebasan perpendapat? Pengkhianatan terhadap nilai-nilai dalam berdemokrasi?
Berjuang agar pelangi negeri tetap warna-warni?.
Sayangnya, “Permainan”
stempel dan cap ini memang permainan abadi, ada disepanjang jaman, lintas
generasi dan tak lekang oleh waktu. Ditiap penguasa, maka permaian ini akan
diulang lagi, diubah sana-sini, dipoles kanan-kiri, maka perubahan wujudnya tak
lagi dikenali.
Teringat pada cerita para pendahulu, pada waktu lalu
penggiat, penikmat, pekerja seni akan di stempel/di cap kiri, dibuang,
diasingkan dan dicemo’oh, oleh tangan-tangan yang berseragam jelas.
Dan kini diulang lagi, dimainkan lagi, hanya saja sekarang
dimodifikasi menjadi stempel/cap kanan, tidak dibuang, tidak diasingkan (tetapi
dicoba dipisahkan) dan tetap dicemooh. Oleh tangan-tangan yang kini tidak lagi
berseragam jelas, (tangan orang-orang yang diwaktu lalu memperjuangkan
nilai-nilai demokrasi dan menentang keras segala bentuk stempel dan cap kiri).
(tidak selalu berarti bahwa hoax itu 0 % kebenaran, ada asap
selalu ada percik api)
Catatan:
Mohon
maaf sebelumnya untuk pak Rocky Gerung karena namanya saya cantumkan disini,
bila tidak berkenan akan saya hapus tulisan ini.