Rabu, 30 April 2014

Rejeki Tak Akan Lari Kemana (Pelajaran dari Olga Syahputra)

Kalau ada yang bilang kesempatan hanya datang sekali saja, saya tak cukup punya dalil yang kuat untuk membantahnya. Kalau ada yang bilang keberhasilan itu adalah hasil kerja keras puluhan kali lipat dari biasanya, saya juga tidak punya dalil yang kuat untuk membantahnya. Kalau ada yang bilang nasib itu berubah atas dasar kemauan manusia untuk merubahnya, pun saya tak tak punya dalil yang kuat untuk membantahnya.

Tapi melihat apa yang terjadi pada Olga Syahputra, mengingatkan saya akan petuah bijak lainnya. Rejeki itu tidak akan lari kemana-mana atau tiap-tiap makhluk itu sudah mempunyai rejekinya sendiri-sendiri.

Semut tak akan memperoleh rejekinya kelinci, burung tak akan memperoleh rejekinya harimau, singa tak akan memeroleh rejekinya gajah, sangat adil dan bijak Tuhan memberikan rejeki hingga tak mungkin akan tertukar. Rejekinya seukuran gelas dikasih air seember pasti akan luber, rejekinya seember dikasih air sebak mandi pasti akan luber, rejekinya sebak mandi dikasih air sekolam pastinya akan luber juga.

Mungkin seperti apa yang terjadi pada Olga, begitu kerasnya dia dalam bekerja hingga tak kenal waktu dan tak kenal lelah. Dan hasilnya memang sangat luar biasa, bukan hanya jutaan tapi milyaran rupiah berhasil dia kumpulkan.

Namun apa mau dikata, rejeki memang tak akan lari kemana. Hasil milyaran rupiah tersebut pada akhirnya tidak sepenuhya diterima oleh Olga, sebagian yang dimilikinya tersebut dengan terpaksa diserahkan pihak lain, rumah sakit, dokter, perawat dan terapisnya, untuk membeli biaya kesehatannya. 

Hasilnya mungkin tidak akan jauh berbeda bila dia tidak ngoyo untuk kejar setoran, seandainya dia tidak kejar setoran penghasilannya mungkin hanya dapat 5 milyar, tapi dia tidak keluar ongkos biaya kesehatan. Sementara bila dia begitu ngoyo kejar setoran dengan tidak mengenal waktu dan mengabaikan kesehatan, bisa saja dia mendapatkan 10 milyar tapi dia juga akan menanggung biaya kesehatannya yang mungkin bisa mencapai 5 milyar.

Jadi kalau memang rejekinya 5 milyar itulah yang mungkin akan dia dapat tak lebih, sama juga dengan para koruptor dan hasil korupsinya mungkin akan sepadan dengan biaya sidang dan ganti rugi yang dia bayarkannya. Kalaupun lolos dan tidak ketangkap mungkin masa tuanya akan sakit-sakitan, sehingga tidak bakal bisa menikmati hasil korupsi sepenuhnya dengan nyaman (hukum sebab akibat pasti akan berlaku).

Yang terbaik adalah melakukan pekerjaan sebaik dan semampu yang kita bisa, sementara hasilnya dikembalikan pada Sang Maha Pengatur dan Maha Pemberi Rejeki. Apapun itu bila berlebihan tidak akan baik, pertengahan adalah yang pas dan tepat, seimbang antara kerja keras dan istirahat, seimbang antara jasmani dan rohani.



Senin, 07 April 2014

Fatin Tidak Boleh Di Kritik?

Mulai dari YKS sekitar bulan November, berlanjut ke launching albumnya sendiri bulan Desember, hingga acara off air di Kalimantan beberapa waktu lalu, dan puncaknya adalah acara PGA yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi yang punya nama besar.

Tak kurang 4 bulan sudah perform yang tidak maksimal terjadi, dan kritik, saran ataupun masukan sudah sedemikian banyak disampaikan. Baik langsung ke orang tuanya melalui komunitas Fatinistic di Jakarta ataupun melalui tulisan, saya sendiripun sudah pernah menuliskannya beberapa waktu lalu.

Tapi apa yang terjadi, tak ada kabar yang sedikit bisa melegakan bagi para penggemarnya, hanya sebuah selentingan kalau Fatin masih mencari guru vokal yang cocok. Sebetulnya kalau manajemen, orang tuanya dan Fatin sendiri mau duduk bersama untuk mencari cara terbaik, waktu 4 bulan sebetulnya cukup untuk mencari pemecahan masalah tersebut.

Paling tidak penyelesaian jangka pendek masih bisa dicari, seperti kalau mau bisa saja Fatin berlatih sendiri melaui tutorial yang ada di media sosial seperti youtube, sambil mencari guru vokal yang tahu betul dengan karakter suara Fatin. Tapi penampilannya di PGA seolah menjadi bukti tidak adanya upaya-upaya tersebut, masih saja kedodoran dan jauh dari penampilannya di X Factor.

Dan ketika kesabaran mereka untuk menunggu akhirnya habis juga dan meledak menjadi kekecewaan. Pertanyaan-pertanyaan tajam dan menghujam tak bisa terhindarkan,  sebagai puncak dari harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pro-kontra sesama penggemarpun terjadi, ada yang dengan tegas memberikan kritik, ada yang merasa kasihan dan tidak tega, dll.  

Dari pada ribut dengan sesama penggemar, yang paling tepat bila sebaiknya dikembalikan pada orang tua, manajemen dan Fatin sendiri. Bila ingin penampilannya seperti itu terus ya silahkan saja, tapi dengan konsekwensi job (baik off maupun on) yang semakin berkurang, karena jelas tidak ada yang mau mendengarkan penyanyi yang kehabisan suara, tidak ada stasiun televisi yang mau menampilkan penyanyi yang tidak maksimal.

Jumat, 04 April 2014

Apa Yang Ingin Dilihat dari Film Noah?

Entah sama atau tidak dengan keyakinan saya, dimana Nabi, wali atau orang suci adalah manusia pilihan, orang-orang  yang terpilih karena sifat dan keilmuannya. Memiliki sifat yang layak untuk menjadi contoh dan tauladan bagi umatnya, serta memiliki kedalaman keilmuan tentang ajaran-ajaran yang dibawanya. Ibaratnya antara tindakan, ucapan dan keilmuannya sudah menjadi satu-kesatuan utuh didalam kesehariannya, bisa menjadi sosok ideal untuk dijadikan model oleh umat setelahnya.

Saya sendiri belum melihat filmnya, hanya saja pernah membaca beberapa ulasan yang mengatakan kalau Noah atau Nabi Nuh di gambarkan sebagai sosok yang penuh kekerasan dan lain sebagainya, yang jauh dari sosok yang menginspirasi atau sosok yang layak untuk dicontoh. Sekalipun sudut yang diambil adalah kisah dari kitab suci keyakinan lain, tapi harusnya garis besar penggambaran seorang tokoh yang jadi panutan tidaklah terlalu jauh berbeda.

Terlepas pro-kontra tidak lolosnya oleh LSF, membuat saya jadi bertanya-tanya apa yang kira-kira bisa dilihat dan diambil manfaat dari film Noah ini?

Apakah ingin melihat kisah inspirasi dan panutan dari seorang seorang Nabi? Kelihatannya jauh dari itu semua, penggambaran sosok Noah yang kejam dan haus darah justru tidak bisa dijadikan sosok yang bisa menginspirasi oleh umat manapun, justru menutupi sifat Nabi Nuh yang penuh kesabaran meski dicaci sebagai orang gila karena membuat kapal ditengah gurun.  

Apakah ingin melihat duel berdarah atau perang kolosal terbaru? Kalau hanya sebatas itu banyak film lain yang bisa mewakili, seperti 300: Rise of an Empire, atau Hercules: The Legend Begin, tanpa perlu membawa sosok Nabi didalamnya.

Apakah ingin melihat teknologi canggih pembuatan sebuah film? Ingin melihat dahsyatnya air bah yang datang? Ingin melihat porak-porandanya Bumi ditelan gelombang air yang maha dahsyat? Kalau hanya  sebatas itu telah ada pula film yang pernah dibuat, seperti The Day After  Tomorrow atau 2012, dll.

Apakah ingin melihat sebuah film yang menghibur? Mungkin banyak film lain yang lebih bisa dijadikan hiburan akhir pekan, film dengan tema-tema yang lain, tapi entah lagi kalau baru terhibur bila meilhat kisah-kisah plesetan dari tokoh yang menjadi panutan.

Tapi kalau anda adalah pelaku industri perfilman, aktor/aktris, sutradara, atau produsernya, mungkin memang layak untuk melihat, karena mereka bisa melihat dan belajar dari sudut pandang keprofesionalan masing-masing.
 
Buat saya pribadi, pengambaran sosok Nabi yang bisa menjadi panutan masih tetap diperlukan sebagai penyeimbang membanjirnya tokoh super hero dengan kekuatan supernya. Nabi, wali atau   para orang suci dengan segala sisi kelemahan manusiawinya, tetap mau bertindak ataupun berbuat kebaikan untuk sesama meski tanpa kekuatan super. Bisa memberi inspirasi terutama para remaja ataupun anak-anak, bahwa untuk berbuat baik, menjadi baik dan lebih baik tak harus memiliki kekuatan super, sangat bisa menjadi sosok manusia biasa yang luar biasa.