Minggu, 15 Juni 2014

Mengadili Tuhan

Tuhan, jika Engkau akan mengadiliku atas pikiran-pikiran rahasiaku, aku akan mengadili-Mu dengan Ketuhanan-Mu
Tuhan, jika Engkau akan mengadiliku atas dosa-dosaku, aku akan mengadili-Mu dengan Karunia-Mu
Dan jika aku Kau masukkan ke dalam neraka, aku akan mengumumkan cintaku pada-Mu kepada para penguni neraka

Puisi Darani


Kecintaanku pada Allah tidak menyisakan sedikit pun ruang di dalam diriku untuk membenci kepada iblis

Renungan Rabi’ah


Ya Allah, ada orang-orang yang mendekat pada-Mu, dan Engkau memberi mereka kemampuan untuk berjalan di atas air atau berjalan di udara, dan mereka mengharapkannya. Aku mohon pada-Mu lindungi aku agar tak menjadi seperti itu.

Ada orang-orang yang mendekat pada-Mu dan Engkau memberi mereka hadiah berjalan-jalan sejenak mengitari seluruh dunia, dan mereka mengharapkan itu. Aku memohon pada-Mu jagalah aku dari yang demikian itu.
 
Dan ada orang-orang yang mendekat pada-Mu, lalu Engkau memberi mereka harta karun dan mereka puas dengannya. Aku memohon pada-Mu agar terhindar dari yang demikian.

Doa Abu Yazid
 

Selasa, 10 Juni 2014

RUANG TUNGGU UGD

Beberapa waktu yang lalu saya mengantar family ke rumah sakit, setelah si sakit selesai ditangani di sarankan untuk menjalani rawat inap. Sambil menunggu persiapan pindah kamar selesai, saya duduk di ruang tunggu UGD, malam itu pasien yang datang ke UGD tidak banyak, diantatanya famili saya, seorang anak seumuran anak SMP, kemudian datang lagi hampir bersamaan 2 orang yang sudah sepuh (tua).

Yang satu seorang nenek, saat masuk terlihat hanya terbaring lemah tak ada suara atau gerakan kesakitan. Yang satunya lagi seorang kakek, tubuhnya menegang dan samar-samar dari mulutnya terdengar suara menyebut-nyebut Asma dan Keagungan-Nya. Saya pikir baguslah, saat-saat kritis seperti itu masih bisa menyebut Asma-Nya, soalnya tidak sedikit ketika merasakan sakit yang sangat malah menyebut kata-kata yang tak pantas dan supah serapah.

Beberapa waktu kemudian si nenek di bawa keluar lagi, dari percakapan para pengantar yang bisa saya tangkap, kelihatannya sang nenek harus dirujuk kerumah sakit yang lebih lengkap peralatannya, sementara untuk sang kakek saya tidak tahu lagi kelanjutannya, karena saya sudah bersiap-siap untuk memindahkan famili saya ke kamar rawat inap.

Sesampainya dirumah pikiran saya tidak lantas berhenti begitu saja, justru malah berputar-putar karena pemandangan itu sulit lepas dari pikiran, terutama tubuh tegang dan ekspresi wajah dari sang kakek yang seperti ketakutan. Dan menurut otak-atik pikiran liar saya, kelihatannya penyebutan Asma dan Keagungan-Nya lebih seperti sebuah doa-doa dan harapan untuk terus hidup, ekspresinya seperti takut akan kematiannya atau takut terpisah dari semua yang dimilikinya (keluarga, harta dan sebagainya).

Kesimpulan saya tersebut mungkin merupakan gambaran bawah sadar saya sendiri, bahwa saya sebetulnya juga takut bila berada di posisi kakek tersebut. Padahal kematian itu adalah satu-satunya yang pasti diantara ketidakpastian di alam dunia ini. Akankah saya pada akhirnya juga akan seperti kakek itu? Takut terpisah dengan dunia, takut kehilangan segala nikmat indrawi yang sudah terlanjur melekat dan berkarat dalam pola pikir dunia materi ini?

Bukankah selama ini para nabi dan wali sudah memberikan ajaran-ajaran dan tauladan untuk menghadapi saat-saat seperti itu. Sudah cukupkah ajaran ataupun wejangan nari para nabi dan wali yang sudah saya praktekkan, dan bisa menjadikan saya siap menghadapinya? Ataukah semua praktek dan ritual yang saya jalankan hanya sekedar ritual tanpa makna? Sebuah ritual yang hanya sekedar gugur kewajiban saja, sehingga ajaran dan prakteknya tidak bisa meresap masuk dalam laku sehari-hari.......?