Minggu, 28 Juni 2015

Menulis Blog Pribadi, Berasa Ibadah Tanpa Ada Surga dan Nerakanya



Baru saja menulis tentang bagaimana rasanya beribadah bila tidak ada lagi surga dan neraka (klik disini), tak berapa lama langsung mendapat jawabannya. Bisa jadi sensasi rasanya hampir mirip saat menulis di blog keroyokan macam Kompasiana dan menulis di blog pribadi.

Kalau menulis diblog keroyokan itu mirip seperti ada surga dan nerakanya, ada hadiah ada pula hukumannya. Ganjaran atau pahala dari menulis di blog keroyokan itu salah satunya bisa memperoleh tempat terhormat dipajang di HL, TA, dll. Dan ganjaran paling kecil adalah akan ada pembaca yang akan berkunjung, minim puluhan dengan topik biasa kalau topik hangat macam menulis Fatin yang memiliki fans fanatik maka pembacanya bisa mencapai ratusan.

Bentuk hukumannya adalah komentar miring bahkan cenderung nyelekit bila menyangkut topik yang sensitif, semacam pro kontra pilpres kemarin. Bahkan bila menjurus kearah sara maka akan di sp 1,2,3 dan banned permanen oleh admin.

Rangsangan dari penghargaan berupa dibacanya sebuah tulisan, lebih memacu semangat penulis untuk terus tetap menulis, terlebih bila bisa dipajang ditempat terhormat. Dan hukuman berupa komentar miring dan banned akan membuat penulisnya akan lebih berhati-hati dalam menulis, berusaha untuk tidak menulis yang menimbulkan pro-kontra.

Sedangkan kalau menulis di blog pribadi, terlebih yang masih sepi pembaca tak ubahnya seperti tidak adalagi surga dan nerakanya. Mau nulis topik hangat juga tidak banyak yang membaca (diberi ganjaran), mau menulis yang provokatif juga tidak bakal di komentari miring, nulis sara juga tidak bakal kena banned (diberi hukuman).

Dan itu berbengaruh juga pada produktivitas dalam menulis, bila diblog keroyokan bisa tiap hari punya ide dan keinginan menulis maka diblog pribadi lebih sering angin-anginan.
Padahal seharusnya dalam menulis maupun beribadah, tidak terpengaruh sedikitpun oleh penghargaan dan hukuman, tetap dijalani dengan penuh ketulusan, tanpa pamrih, ikhlas karena Allah semata bukan karena ada dan tidaknya surga atau neraka (Lillahi ta’ala)....



Dream, (Bukan) Mimpi Fatin



Kalau menengok kebelakang hingga saat audisi, maka impian Fatin waktu itu amatlah sederhana, ingin mendapatkan pelatihan vokal yang lebih baik, bukan impian muluk menjadi runner up apalagi menjadi juara. Maka antara setuju dan tidak setuju dengan merambahnya Fatin kedunia permainan watak.

Meskipun ini nanti akan menjadi film yang menginspirasi generasi seusianya, sebuah kisah perjalan dari bukan siapa-siapa berubah menjadi sosok yang dapat berbicara banyak dalam karyanya. Sebuah kisah perjalanan tentang kekuatan menjadi diri sendiri, bukan berusaha menjadi orang lain.
Ya, kekuatan atau nilai plus-plus-plus-plus dari seorang Fatin adalah berani menjadi dirinya sendiri. Ketika peserta yang lain saat mengikuti ajang pencarian bakat berlomba “menjadi” idola mereka, Fatin justru apa adanya. Tidak berusaha menjadi Maudy Ayunda atau Sherina, tidak pula ingin menjadi lady rocker seperti Nicky Astria apalagi berusaha menjadi diva seperti Rossa.

Dan masih banyak kisah perjalanannya yang bisa diangkat untuk dibagikan agar menjadi inspirasi remaja seusianya.

Namun disisi lain, film ini akan memakan banyak waktunya, mulai dari persiapan, pembuatan hingga nanti peluncuran yang tentu membutuhkan promosi kemana-mana.       
Padahal persaingan terbesarnya bukan menjadi pemain watak, dia tidak akan bisa seperti Bunga Citra yang bisa menjadi Ainun hari ini dan besok menjadi Alisha, atau seperti Acha Septriasa yang berubah dari Tata menjadi Hanum di kesempatan lainnya. Hak paten yang melekat pada dirinya adalah menjadi seorang Fatin, sosoknya terlajur tercitra kuat seperti itu, akan dulit berubah-ubah menjadi sosok yang berbeda. 

Persaingan terbesarnya adalah pada olah suara, yang membutuhkan ketlatenan dan latihan yang terus menerus untuk menjadi baik dan lebih baik. Olah suara yang tidak maksimal maka dalam sekejab akan dilindas oleh pendatang baru yang setiap hari bermunculan, baik dari ajang pencarian bakat maupun secara mandiri.

Pengabaian latihan olah suara karena tertindih dengan padatnya jadwal yang dilakoninya, hanya akan membuat dia semakin tertinggal dalam olah vokal. Dan itu akan mempercepat para penggemarnya berpaling dan memilih untuk tidak setia, terkeculai dia bisa membagi waktunya untuk berlatih vokal supaya tetap bisa tampil prima.

Dan menurut saya, Fatin berhutang dukungan yang begitu besar dari para pengemar yang telah mengantarkannya menjadi jawara XFactor. Bukan hutang yang mesti dibayar dengan sapaan akrab lewat media sosial, atau jabat tangan saat bertatap muka atau ucapan terimakasih yang terus menerus tiada henti, tidak pula ganti uang pulsa yang telah banyak dikeluarkan. Tapi berupa tanggungjawab secara moral untuk terus meningkatkan olah vokalnya seperti impian atau harapannya saat mengikuti audisi, sesederhana itu pulalah harapan dari para pendukungnya dahulu, hanya ingin Fatin memiliki olah vokal yang semakin matang......  


Sabtu, 27 Juni 2015

Meraba Pemenang XFactor 2015

Kalau pada Indonesian Idol lalu saya langsung berani menebak siapa yang bakal menjadi juara di liveshow pertamanya (seperti tulisan saya disini), maka untuk XFactor hingga galashow ke 3 ini hanya bisa meraba-raba siapa yang bakal berpeluang menjadi pemenangnya. Kalau Idol pemenangnya bakal tidak jauh beda dengan pemenang sebelum-sebelumnya, atau paling tidak akan seperti standard pemenang ajang pop idol pada umumnya. Type suara yang skill full, power full dan soul full, itulah standarnya, type suara bak seorang diva.


Sementara pemenang XFI bisa melebar kemana saja, dengan tema mencari penyanyi yang memiliki faktor x maka siapapun bisa jadi pemenangnya. Namun menurut rabaan saya, XFI 2 ini akan berusaha keluar dari bayang-bayang Fatin, mencari peserta berkakter yang potensial namun berbeda dengan Fatin terutama dari segi penampilan. Dan inilah hasil rabaan saya....

Angela, suara mungkin tidak terlalu wow tapi keunikannya adalah bisa memainkan alat musik yang tidak biasa. Rabaan saya besar kemungkinan bisa menjadi juara, minimal bisa masuk tiga besar. Tergantung pesaingnya di tiga besar, kalau di tiga besar perolehan suaranya hanya beda-beda tipis (tidak ada yang menonjol perolehan dukungan sms-nya) maka Angela bisa menjadi juara.

Desy, memiliki paket komplit seperti seorang diva, se-type dengan Novita Dewi runner up XFI edisi pertama. Ini akan memberikan variasi pemenang Xfactor, akan bertolak belakang dengan type suara Fatin. Bisa memberi kesan, bahwa bukan hanya pemilik karakter kuat dan unik tapi type wow dan mencengangkan juga bisa menjadi juara (pemenangnya jadi lebih bervariatif).

Clarisa, setype dengan Desy akan memiliki peluang yang sama pula, maka di tiga besar pasti akan ada salah dua dari tiga orang ini.

Ramli, memiliki aura seperti Mika Anggelo, bisa menyedot penonton antusias terutama remaja putri. Apabila bisa lolos hingga masuk tiga besar akan berpeluang untuk menjadi juara, dengan mengandalkan pendukung fanatik terutama kalangan remaja putri. Dan terlebih lagi dia seorang laki-laki, maka jelas akan memberi warna yang berbeda dari juara sesi pertama.

Jebe & Petty, group yang enerjik, kompak, dan masih muda, kalo dilihat hasil viewernya di youtube duo ini mendapat viewer yang lumayan tinggi dibanding peserta yang lain. Berpeluang mendapat dukungan yang lebih baik diantara para peserta lainnya, type duo ini juga akan memberikan warna yang berbeda bila dibandingkan dengan sesi pertama.           

Ada lagi dua peserta yang sebetulnya berpeluang, namun di galashow ke 3 kemarin justru belum bisa memberikan penampilan yang maksimal.

Ismi, karakter suaranya kuat sekali, masih muda, dan berbeda dengan Fatin yang berhijab, sebetulnya sangat berpeluang menjadi pemenang berikutnya. Namun saat gala ke 3 keteteran membawakan lagunya Reza. Mungkin karena di 2 penampilan sebelumnya sering mendapat kritik juri, maka semakin gugup, grogi dan kehilangan rasa percaya diri. Berpeluang bila mendapat dukungan sms yang banyak dari pendukungnya.

Riska, peluangnya sama dengan Ismi bergantung pada banyaknya sms dari para pendukungnya. Dengan karakter suara dan penampilan yang mirip Fatin (ditambah olah vokalnya yang jauh lebih matang 2-3 tahun didepan Fatin), maka bisa saja berhasil menarik dukungan yang luar biasa seperti Fatin. Setelah mulus menaklukan tantangan di gala 1 dan 2, justru terlihat kurang di gala ke 3, mungkin karena selalu dibandingkan dengan Fatin maka penampilannya menjadi nanggung dan serba salah. Kalau tancap gas maksimal maka yang akan keluar adalah karakter dan cengkok Fatin, namun bila mencoba cara lain menjadi tidak keluar karakter suaranya.


Seandainya Surga dan Neraka Tidak ada



[[Kemarin, waktu sholat tarawih sendiri entah kenapa tiba-tiba kepikiran, seandainya surga dan neraka itu tidak ada kira-kira akan tetap tekun menjalankan ibadah-ibadah sunah semacam tarawih, witir, dll atukah tidak. Tidak ada lagi harapan mendapat imbalan, tidak pula bakal mendapat hukuman]] 

Seandainya kerja di sebuah perusahaan, dan kebetulan perusahaan tersebut tengah mengalami kesulitan keuangan menuju kearah kebangkrutan. Hingga membuat sang bos kalang kabut kesana kemari melobi sana–sini untuk menyelamatkan perusahaannya, tak sempat lagi kekantor mengawasi kinerja karyawannya.

Kondisi tersebut membuat para karyawan diposisi sulit, meski kerja bagus dan bersungguh-sungguh tetap tidak akan mendapat gaji, begitu pula kerja santai atau malah sibut chatting, fb-an, atau ngrumpi sana-sini juga tidak bakal kena tegur ataupun dipecat.
Lantas kondisi tersebut akankah membuat para karyawan akan tetap bersemangat dalam bekerja, atau justru bermalas-malasan.....

Sama halnya bila suatu saat Tuhan mengumumkan pada umatnya, karena satu dan lain hal surga dan neraka ditiadakan. Jadi ibadah sebagus apapun bahkan jika mati karena berjihad pun tidak bakal ada yang masuk surga, mendapatkan bidadari cantik dan minuman yang mirip fermentasi anggur. Ataupun melakukan ma lima (main/judi, mabok/minum, madat/narkoba, madon/PSK, maling/mencuri) juga tidak bakal dimasukkan lagi neraka, tidak adalagi siksaan neraka.

Lantas kondisi tersebut akankah membuat umat manusia tetap ingin menjalankan ibadah, tetap ingin berbuat baik pada sesama, atau malah kejahatan akan semakin menjadi-jadi...........

Kamis, 25 Juni 2015

Alhamdulillah, Buka Puasa......?



Saat berbuka puasa sering tanpa sadar dalam hati berucap syukur dengan memuji kebesaran Allah dengan mengucap hamdallah. Satu hal yang memang wajar, setelah menahan haus dan lapar seharian maka detik-detik berbuka puasa menjadi saat yang ditunggu. Tak berlebihan memang bila ucapan rasa syukur bisa terucap tanpa sadar.

Namun patut direnungkan pula, disaat seperti itu apa yang sebenarnya disyukuri hingga terucap bacaan hamdallah. Apakah rasa syukur itu atas dasar diperbolehkannya/dibebaskannya lagi sang nafsu (makan) untuk kembali menjadi mesin giling yang dengan rakus boleh melahap apa saja yang ada dihadapannya, es cendol, es buah, es degan, ayam goreng, tempe penyet, sambel petai dsb. Yang tidak lebih seperti sorak sorai kemengan sang nafsu, merasakan kembali bebasnya sang nafsu yang siap melumat habis kembali semua upaya menahannya sepanjang hari.

Ataukah bersyukur karena merasa dirinya kuat menahan lapar dan haus hingga sore hari, kuat mengekang nafsunya sekuat tenaga hingga mampu menjalankan semua amalan ibadah bulan puasa dengan baik. Merasa dengan kekuatan tenaganya mampu menjalankan semua amalan ibadah dengan baik dan sempurna. Yang tidak lebih seperti kemenangan ponggah ke-aku-annya, yang merasa mampu dengan kekuatannya sendiri menahan nafsunya tanpa sedikitpun mengakui anugerah dan kasih/sayang Allah.

Ataukah bersyukur atas nikmat iman (kesehatan rohani) dan fisik (kesehatan jasmani) yang telah diberikan oleh Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, hingga bisa kuat menjalankan puasa dengan baik. Yang mungkin adalah tanda kemenangan sejati atas nafsunya, baik selama menahan haus dan lapar seharian, bahkan hingga sepanjang malam setelahnya.