Minggu, 28 Juni 2015

Dream, (Bukan) Mimpi Fatin



Kalau menengok kebelakang hingga saat audisi, maka impian Fatin waktu itu amatlah sederhana, ingin mendapatkan pelatihan vokal yang lebih baik, bukan impian muluk menjadi runner up apalagi menjadi juara. Maka antara setuju dan tidak setuju dengan merambahnya Fatin kedunia permainan watak.

Meskipun ini nanti akan menjadi film yang menginspirasi generasi seusianya, sebuah kisah perjalan dari bukan siapa-siapa berubah menjadi sosok yang dapat berbicara banyak dalam karyanya. Sebuah kisah perjalanan tentang kekuatan menjadi diri sendiri, bukan berusaha menjadi orang lain.
Ya, kekuatan atau nilai plus-plus-plus-plus dari seorang Fatin adalah berani menjadi dirinya sendiri. Ketika peserta yang lain saat mengikuti ajang pencarian bakat berlomba “menjadi” idola mereka, Fatin justru apa adanya. Tidak berusaha menjadi Maudy Ayunda atau Sherina, tidak pula ingin menjadi lady rocker seperti Nicky Astria apalagi berusaha menjadi diva seperti Rossa.

Dan masih banyak kisah perjalanannya yang bisa diangkat untuk dibagikan agar menjadi inspirasi remaja seusianya.

Namun disisi lain, film ini akan memakan banyak waktunya, mulai dari persiapan, pembuatan hingga nanti peluncuran yang tentu membutuhkan promosi kemana-mana.       
Padahal persaingan terbesarnya bukan menjadi pemain watak, dia tidak akan bisa seperti Bunga Citra yang bisa menjadi Ainun hari ini dan besok menjadi Alisha, atau seperti Acha Septriasa yang berubah dari Tata menjadi Hanum di kesempatan lainnya. Hak paten yang melekat pada dirinya adalah menjadi seorang Fatin, sosoknya terlajur tercitra kuat seperti itu, akan dulit berubah-ubah menjadi sosok yang berbeda. 

Persaingan terbesarnya adalah pada olah suara, yang membutuhkan ketlatenan dan latihan yang terus menerus untuk menjadi baik dan lebih baik. Olah suara yang tidak maksimal maka dalam sekejab akan dilindas oleh pendatang baru yang setiap hari bermunculan, baik dari ajang pencarian bakat maupun secara mandiri.

Pengabaian latihan olah suara karena tertindih dengan padatnya jadwal yang dilakoninya, hanya akan membuat dia semakin tertinggal dalam olah vokal. Dan itu akan mempercepat para penggemarnya berpaling dan memilih untuk tidak setia, terkeculai dia bisa membagi waktunya untuk berlatih vokal supaya tetap bisa tampil prima.

Dan menurut saya, Fatin berhutang dukungan yang begitu besar dari para pengemar yang telah mengantarkannya menjadi jawara XFactor. Bukan hutang yang mesti dibayar dengan sapaan akrab lewat media sosial, atau jabat tangan saat bertatap muka atau ucapan terimakasih yang terus menerus tiada henti, tidak pula ganti uang pulsa yang telah banyak dikeluarkan. Tapi berupa tanggungjawab secara moral untuk terus meningkatkan olah vokalnya seperti impian atau harapannya saat mengikuti audisi, sesederhana itu pulalah harapan dari para pendukungnya dahulu, hanya ingin Fatin memiliki olah vokal yang semakin matang......  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar