Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah
menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan
kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua
(72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73)
golongan.
Mengacu
pada hadist diatas, 73 bahkan lebih perbedaan aliran/golongan (sudut pemahaman)
yang muncul sepeninggal Rosulullah sepertinya menjadi hal yang sewajarnya
terjadi. Satu hal yang telah diprediksi jauh sebelumnya oleh Rosulullah sendiri.
Dengan
tongkat estafet kepemimpinan yang tidak ditunjuk secara resmi (tidak ada surat wasiat) dari Rosulullah
yang bisa dianggap legal untuk mengantikan Beliau (meski Syiah mempunyai
versinya sendiri). Menjadikan tanda dan prediksi Beliau tentang percabangan
dalam Islam semakin mendekati kenyataan.
Kerugian
Memang
betul dengan banyaknya aliran percabangan dalam memahami ajaran Nabi (Qur’an
dan Hadist) disatu sisi semakin menciptakan perpecahan dalam kalangan umat
Islam sendiri.
Banyaknya
aliran telah terbukti menjadikan wajah Islam terpecah belah, dan sering
dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan. Konflik yang terjadi di Timur
Tengah adalah bukti kuat kekuasaan yang memanfaatkan perpecahan yang ada
didalam ajaran Islam.
Konflik
kepentingan yang ingin menguasai dan menancapkan kekuatan pengaruhnya di
wilayah Timur Tengah, telah menjadikan aneka aliran tersebut sebagai pintu
gerbang untuk memasukinya. Menjadi kuda troya bagi mereka yang ingin berkusa
dan menguasai wilayah disana.
Antar
golongan dengan mudah dimanfaatkan, diadu dan dibenturkan untuk saling tikam
sendiri, orang-orang yang haus kekuasaan tidak perlu modal besar membuat
prajurit atau tentara yang banyak, cukup menyediakan dana secukupnya maka
konflik bisa tercipta dengan mudah. Mereka dengan cepat akan saling hujat,
mengkafirkan, dan semacamnya yang pada ujungnya akan saling bunuh dengan
sendirinya, hanya karena ingin mengesahkan bahwa tafsiran akan ajarannya adalah
yang paling tepat dan sempurna.
Keuntungan
Namun
disisi lain, juga bisa memberikan pengajaran dan pendidikan tentang cara
berpikir terbuka, menghargai perbedaan, tidak kaku dan sakleg dalam memahami Qur’an, Hadist, Tuhan, Ketuhanan, dll, yang
justru bisa memperkaya khazanah ke-Islam-an itu sendiri.
Menurut
renungan saya, ada manfaat yang besar dengan tidak adanya penunjukan secara
resmi oleh Rosulullah siapa yang menggantikan Beliau. Terutama bila ditarik kepada satu
hadist yang terkenal “Perbedaan-perbedaan
umatku adalah rahmat”, meski hadist ini tidak memiliki sejarah periwayatan
yang jelas (hadist yang lemah) namun banyak ulama sepakat bahwa hadist ini
memiliki lebih banyak manfaat daripada mudarat
Dengan
tidak ditunjuknya penganti Beliau secara resmi, maka umat Islam terhindar dari
munculnya sosok atau kaum yang merasa secara legal ditunjuk untuk menjadi “Nabi”.
Sosok atau kaum yang merasa paling berhak melanjutkan tugas Kenabian atau
silsilah Kenabian.
Dengan
tidak menunjuk secara resmi, Rosulullah SEJATINYA telah menutup peluang
munculnya sosok atau kaum yang akan bertindak sebagai “Nabi berikutnya”. Dengan
kekuasaan yang legal dari wasiat Rosulullah, maka pemegang wasiat tersebut sama
dengan memenggang kekuasaan yang besar atas seluruh umat Islam.
Dapat
dibayangkan apa yang akan terjadi kelak, bila kekuasaan yang sedemikian besar
atas seluruh Muslim di dunia, jatuh pada sosok atau kaum tertentu saja. Terlebih
bila pergantian pemimpin tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya, bukan tidak mungkin penyalah gunaan wewenang dan kekuasaan akan
banyak terjadi.
Dengan
penerus Nabi yang legal berdasarkan wasiat, maka wajah Islam akan sama seperti
Katolik abad pertengahan. Dimana Islam akan menjadi terlembaga, akan ada
institusi tunggal yang superior yang akan memberikan fatwa tunggal tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh umat Islam secara keseluruhan.
Perbedaan menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, pemaknaan Qur’an dan Hadist
harus sejalan dengan kebijakan otoritas tunggal tersebut.
Tanpa
perbedaan Islam akan berwajah kaku, suram dan buram, ajaran Rosulullah akan
dibakukan oleh kelompok yang mendapat legalitas atas umat Islam. Pemahaman dan
pengartian Qur’an dan Hadist hanya boleh dilakukan oleh pemegang wasiat, umat
yang lain tidak boleh lagi dengan seenaknya memberikan pengertian yang berbeda.
Tidak
ada lagi kekayaan pemahaman seperti pernah terjadi pada Al-Ghazali, Ibnu
Rusyid, Ibnu Sina, atapun Ibnu Arabi. Tidak ada lagi pemahaman kemanunggalan
seperti Al-Hallaj, Abu Yazid ataupun Syekh Siti Jenar, dll. Tidak ada lagi
ungkapan cinta yang berlimpah seperti Rumi dan Nizami.
Islam
tidak bakal memiliki para penemu hebat yang karya mereka menjadi rujukan atau
menjadi awalan penemuan modern saat ini. Tanpa perbedaan, tokoh-tokoh pemikir
Islam dipastikan akan tenggelam, pemikiran-pemikiran yang diluar kotak akan
terkotakkan terlebih dahulu sebelum muncul kepermukaan.
Penutup
Kebenaran
sejati selalu menjadi milik Allah Sang Maha Benar, bila kemudian pemahaman atas
ajaran Nabi (Qur’an dan Hadist) dikuasai oleh sebuah lembaga tunggal saja, maka
makna kebenaran akan dipaksa untuk tunduk pada satu terjemahan saja. Yang
kebenarannya tentu belum benar yang sebenar-benarnya, karena bukan kebenaran
hakiki milik Illahi tapi kebenaran menurut versi salah satu golongan.
Perbedaan
dalam ajaran Islam menjadi sebuah anugrah, tiap-tiap Muslim secara mandiri (bukan
lagi sekelompok) bisa memaknai ajaran Rosulullah menurut pengalaman pribadinya,
menurut perenungannya, menurut pemikirannya.
Dan
didalam Qur’an sendiri banyak ayat yang menyuruh umat Islam untuk bepikir dan
merenung tentang alam semesta ini, bahkan Rosulullah sendiri bertafakur atau
merenung didalam gua sebelum memperoleh wahyu.
Tauladan
Nabi yang selalu bertafakur dan merenung harusnya tetap dilestarikan oleh
tiap-tiap pribadi Muslim, terutama tafakur tentang semesta dan penciptaannya
seperti hadist Rasulullah SAW.
“berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang
Dzat Allah.”
Karena dari
situ adalah awal untuk mengenal dan memahami Dzat Allah pemilik kebenaran
sejati. Salah dan benar, biarlah diputuskan oleh Pemilik-Nya, bukan oleh mereka
yang merasa memiliki benar dan salah….
Perpecahan
dan perbedaan yang terjadi saat ini akan menjadi pembelajaran umat Islam pada
suatu saat nanti, terutama ditengah era keterbukaan informasi melalui media
sosial. Era medsos seperti saat ini, menjadikan setiap perbedaan yang muncul
akan dikritisi dan dipertanyakan, yang pada akhirnya akan muncul budaya
berargumen yang sehat dimedia sosial. Dan tidak lagi melakukan budaya kekerasan
dan pengebirian ide dengan vonis hukuman kematian bagi pemiliknya.
Islam tidak
akan pernah menjadi agama yang terlembaga, Islam akan tetap bisa menjadi
tuntunan bagi pribadi-pribadi mandiri.
73 golongan
bukanlah mendung dalam teologi Islam, tapi sudah menjadi hujan yang akan
menumbuhkan aneka biji tanaman dalam taman ke-Islam-an. Biji tanaman yang kelak
akan tumbuh besar yang bisa menjadikan taman ke-Islam-an menjadi sebuah taman
yang indah dengan aneka macam tanaman. Bahkan onak dan duri yang tumbuh bisa
sangat bermanfaat, menjaga tanaman lain untuk tetap tumbuh subur. Semoga…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar