Pemerintahan bukanlah sebuah institusi yang suci tanpa cela, dan presiden juga bukan manusia sempurna. Ditiap-tiap kebijakan yang diambil pastilah ada kekurangan Dan kelebihannya, itu suatu yang harusnya menjadi sebuah kewajaran.
Dan media masa yang katanya adalah salah satu pilar demokrasi, harusnya bisa menjadi alat kontrol dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintahan. Tidak hanya memoles keberhasilan pemerintahan, tapi yang juga tak kalah penting adalah mengkritisi dan mewartakan apa saja kekurangan-kekurangan dari kebijakan tersebut.
Jadi, ketika hampir semua media masa besar hanya memuat berita yang hampir sama, tentang keberhasilan ini/itu, gunting pita sana/sini, foto-foto selfie aneka gaya terkini. Tentu hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, benarkah semua itu? Benarkah janji-janji yang dibuat pemerintah sudah terpenuhi? Benarkah ribuan lapangan kerja telah berhasil dibuka? Benarkah dolar bisa turun? Benarkah bbm dan listrik tidak naik? Dan lain sebagainya.
Disaat pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak terjawab, karena media masa tidak pernah memberitakannya, maka yang ada adalah gosip. Untuk mengisi celah kosong yang ditinggalkan oleh media masa, masyarakat akhirnya mencari alternatif pemberitaan. Dengan dukungan serta perkembangan teknologi, seperti internet dan medsos pada akhirnya masyarakat beralih kesana, untuk mencari maupun bertukar informasi. Sehingga rumors, gosip, serta pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab di media arus utama, akhirnya menjadi bola liar.
Karena tidak berimbangnya media masa dalam pemberitaan, maka bola liar menjadi peluang untuk dimanfaatkan, baik oleh oposisi ataupun pro pemerintah. Oposisi bisa saja dengan mudah membuat berita yang palsu atau hoax, karena ada kebutuhan akan kebenaran informasi diluar media arus utama yang tidak lagi dipercaya.
Sementara pro pemerintah juga sama saja, ada yang mengistilahkannya dengan hoax membangun. Menyebar foto-foto palsu tentang jalur jalan baru, atau jalur kereta baru dan lain sebagainya, karena percaya diri bahwa media masa tidak akan mengkritisinya.
Dengan tidak berimbangnya pemberitaan, bukan hanya berhenti pada konten-konten hoax saja, tapi lebih jauh telah mengiris dan mempertajam dua kubu yang saling pro - kontra ini. Yang kontra yakin ada yang kurang dari jalannya kebijakan pemerintahan, sementara yang pro merasa diatas angin karena tidak ada media yang mau memberitakan kegagalan kebijakan pemerintah.
Padahal mengkritisi pemerintah bukan berarti ingin menjatuhkan wibawa atau kebijakan pemerintahan, namun untuk menjaga agar arah pemerintahan yang dijalankan tidak melenceng terlalu jauh. Jika kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sampai melenceng, yang paling dirugikan adalah rakyatnya. Dan yang perlu dicatat, ketika media mengkritisi jalannya pemerintahan, tidak lantas membuat pemerintahan menjadi gaduh, atau pemerintahan akan berjalan kacau, dan lain sebagainya.
Ambil contoh ketika pemerintahan SBY berkuasa, banyak media yang sering mengkritisi kebijakan-kebijakan dari presiden. Bahkan di stasiun televisi Metro TV ada acara sentilan-sentilun yang khusus menyindir dan memparodikan kebijakan-kebijakan SBY. Dan itu tidak lantas membuat pemerintahan SBY mandek, bahkan banyak pencapaian yang berhasil ditorehkan oleh SBY.
Namun sayang, kalau menengok pemerintahan yang sekarang ini peran media masa dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah terasa sangat kurang. Kalau anda membuka portal berita dari media masa besar isinya hampir sama dan senada, itu lagi, itu lagi....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar