Di artikel sebelumnya saya
menulis tentang caci dan puji yang seharusnya bisa diterima sama, dan memang bukan hal mudah, penulis
sendiripun belum bisa nglakoni-nya (masih sebatas anggota nato). Dari mana saya
tahu kalau saya sendiri masih cuma omong doang, atau mungkin sudah ada yang bisa nglakoni-nya tapi masih
ragu-ragu kebenarannya. Ada cara mudah untuk mengetahuinya, apakah masih sekedar
ucapan saja atau sudah sampai pada pengamalan atau praktek.
Cobalah dengan menjalankan ibadah
sholat seperti gambar diatas, ditengah keramain dan kerumunan orang banyak. Atau
cobalah bersedekah atau memberi sumbangan dalam jumlah yang besar (di atas
sejutaan), dan lakukan itu dengan cara yang terbuka atau diketahui orang
banyak.
Kemudian rasakan betul-betul apa
yang terlintas di dalam hati dan pikiran saat melakukan hal tersebut,
banggakah, senangkah, hebatkah, malukah, sungkankah, segankah? Bila perasaan-perasaan
seperti itu salah satunya masih terlintas dalam hati atau pikiran berarti belum
ada keridhoan ataupun keikhlasan, berarti masih sampai pada tahap di ucapan
saja.
Tak berlebihan bila dikatakan, menuntut
ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat, sepanjang waktu adalah ajang untuk
pembelajaran dan penyempurnaan diri. Belajar untuk menjadi manusia yang
sempurna, menjadi makhluk yang sadar akan sifat ke-lumpur-annya (tempat salah
dan dosa) sekaligus sadar sebagai makhluk mulia karena di anugerahi nafas
cinta-Nya.