Minggu, 05 Januari 2014

Menjadikan Sholat dan Sabar Sebagai Penolong?

Apa tidak salah? Bukankah seharusnya hanya Allah semata yang benar-benar dijadikan penolong. Bukankah itu bisa diartikan meminta pertolongan kepada selain Allah? Tidakkah bertentangan dengan ajaran tauhid dalam Islam? Bagaimana mungkin ajaran yang mengajak untuk selalu  memohon kepada yang Maha Tunggal, malah menyiratkan nilai-nilai ke-syirik-an. Mengakui adanya kekuatan lain yang bisa menolong makhuk, mengakui ada kekuasaan lain yang bisa dijadikan tempat untuk bersandar.

Tapi, kata memang mempunyai banyak makna, kalimat mempunyai beribu arti, butuh perenungan yang terkadang harus keluar dari kerangka yang sudah ada untuk bisa melihat sudut pandang yang berbeda. Dan, setelah membaca serta banyak mendegar keterangan dari para sesepuh, akhirnya inilah sedikit yang bisa saya bagi dan pahami dari ayat tersebut (QS: 2:153)*.

Menurut saya, yang dimaksud sabar disini adalah kesabaran dalam menjalankan sholat, karena harus dikerjakan secara runut dari awal hingga akhir. Gerakan-gerakan yang dilakukan harus dikerjakan satu demi satu sesuai tahapan. Tidak boleh melompat-lompat, tidak bisa dari takbiratul ihram langsung ke salam.

Tidak ubahnya seperti perjalan manusia selama melakoni hidup di dunia, ada sunatulah (hukum alam) yang mengikatnya, memaksa manusia untuk menjalaninya detik demi detik (dengan sabar). Tidak bisa langsung lompat ke masa depan ataupun mundur lagi kebelakang, ada aturan main yang harus dipatuhi (dengan terpaksa ataupun sukarela).

Tidak pula hanya berdiri saja sepanjang sholat atau duduk terus sepanjang bacaan dilafadzkan. Karena didalam sholat ada gerakan yang tidak tetap, berdiri, ruku’, duduk dan sujud yang dilakukan secara berulang ada yang dua, tiga atau empat kali pengulangan (baca: raka’at). Ibaratnya seperti gerak perubahan pada kondisi manusia, suatu saat berada diposisi diatas seperti saat berdiri, atau tersungkur rata dengan tanah seperti saat sujud, atau berada pada posisi yang nyaman seperti saat duduk atau posisi yang tidak enak (nanggung) seperti saat ruku’.

Ada proses latihan selama 5-10 menit menjalankan sholat, latihan untuk selalu ingat kepada Allah melalui bacaan pilihan. Apabila dalam keadaan berubah-ubah seperti berdiri, duduk maupun sujud selalu ingat Allah, maka saat menjalani kehidupan sehari-hari yang terus berubah akan terbiasa mengingat Allah. Saat mengalami kondisi yang tidak tetap, susah atau senang, disanjung atau direndahkan, dipuji atau dicaci, akan menjadi terbiasa untuk selalu bersandar kepada Allah semata. 

Bila selama 5-10 menit tersebut yang teringat adalah cicilan yang belum terbayar, pekerjaan yang belum selesai, bos yang marah-marah, artikel yang perlu di edit, komentar yang belum dibalas, dll. Jangan berharap banyak saat menjalani kesehariannya akan selalu ingat dan bersandar kepada Allah.

Jadi bukannya bersabar ataupun sholat itu sendiri yang bisa menolong seseorang keluar dari kesusahan atau kegelisahan. Tidak bisa menjadi pembenaran bila tertimpa bencana, kemudian baru berusaha menyabarkan diri, mengerjakan sholat dan kemudian berharap semua masalah menjadi hilang.

Tapi kesabaran selama menjalankan sholat yang terus-menerus seperti itu yang bisa membuat seseorang memperoleh pertolongan dari Allah, berupa anugrah jiwa yang tenang dalam menghadapi setiap perubahan dalam kehidupan. Kembali lagi pada inti ajarannya bahwa hanya Allah-lah penolong yang sesungguhnya, bukan pada sabar ataupun sholatnya.

* (QS: 2:153), “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar