Rabu, 08 Juli 2015

Tumbal (Tol Cipali), Antara Mitos Dan Mistis

Pada jaman dahulu kala, sebelum tanah Jawa ini dihuni oleh puluhan juta manusia seperti ini adalah hutan belantara yang sangat angker. Dihuni makhluk astral berbagai jenis dan golongan, dan bisa diibaratkan “jalma mara jalma pati”, kalau ada manusia yang datang bisa dipastikan tidak bisa kembali lagi.

Hingga suatu saat datanglah seorang sakti mandraguna yang penuh kecerdikan dan kecerdasan, yang dengan kesaktiannya mampu mengalahkan pemimpin para makhluk tersebut. Dengan kecerdikan dan kecerdasannya bisa membuat etung lan petung (kesepakatan dan perjanjian) dengan mereka.

Akhirnya sang sakti mandraguna diperbolehkan tinggal dan beranak pinak di tanah Jawa asal sesusai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, apabila ada anak turun yang melanggar kesepakan dan perjanjian tersebut maka akan mendapat celaka dan bencana, menjadi tumbal atas pelanggaran tersebut.

Apakah benar cerita tersebut? entahlah…. Namun yang jelas pesan-pesan yang disampaikan turun temurun oleh para leluhur tersebut pastilah ada makna dan artinya.

Bagi saya makhluk astral tersebut bukanlah mitos, tapi makhluk mistis yang masih menjadi misteri keberadaannya. Antara ada tiada, ada karena Tuhan Maha Pencipta pastinya mampu menciptakan aneka jenis makhluk beserta alam lingkungannya, tiada karena keterbatasan pemahaman, ilmu dan cara melihat saya yang mungkin belum benar adanya.

Keaneka ragaman jenis makhluk tersebut harusnya tidak menjadi perbedaan, namun bisa  saling mengisi dan melengkapi. Karena bisa saja mereka tidak tinggal jauh dari lingkungan kita namun dekat berdampingan, hanya mungkin berbeda suasana alamnya.

Tapi apa mau dikata, kebutuhan manusia semakin hari semakin luar biasa saja, punya satu masih pingin dua, punya dua pingin lima, dst. Mobil atau rumah harusnya satu atau dua saja sudah cukup, tapi namanya manusia ingin lebih dan lebih lagi.  Yang akhirnya membutuhkan lebih banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan mereka, tak pelak sawah, ladang dan hutan dijarah, menjadi korban keserakahan manusia.

Sawah, ladang dan hutan yang mungkin adalah sisa-sisa terakhir tempat hunian para makhluk astral tersebut akhirnya semakin sempit tergusur oleh tingkah polah manusia. Tempat tinggal, jalan, pasar dan tanah lapang tempat bermain anak-anak merekapun pada akhirnya tidak terisa lagi. Diganti dengan jalan tol, perumahan, dan gedung pencakar langit milik manusia.

Mungkinkah para korban di tol Cipali adalah tumbal-tumbal yang bertumbangan karena dilanggarnya perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat? Entahlah….. Karena bisa jadi mereka adalah korban amarah mereka yang sudah tidak tahan digusur dari pojok sini kepojok lainnya, dipinggirkan dan disingkirkan.

Atau perlukah dilakukan ritual pengorbanan kepala sapi, kerbau atau kambing untuk meredam amarah mereka? Entahlah…... Karena bisa jadi pula ritual pengorbanan aneka macam kepala binatang juga tidak akan mampu meredam amarah mereka. Karena hanya akan menjadi semacam ganti rugi, akal-akalan dari manusia untuk menyogok beberapa oknum diantara mereka, namun tidak bisa menggantikan sakit  hati keseluruhan dari mereka yang tergusur dan tergeser.

Tumbal mungkin bukan mitos ataupun mistis, tapi sekelumit cerita para leluhur untuk mengajak dan mengingatkan generasi setelahnya agar terus menjaga keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara alam sekitar dan manusianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar