Bukan hendak membela fatwa MUI mengenai BPJS
Kesehatan, karena sayapun sepakat bahwa progam BPJS ini bermanfaat untuk
seluruh rakyat tanpa memandang bulu. Asas saling tolong-menolong dan
gotong-royong adalah kearifan lokal yang melekat pada jiwa rakyat Indonesia.
Tapi benarkah pendapat yang menyatakan
bahwa yang kaya membiayai yang miskin?
Kalau berbicara masalah kesehatan, sejatinya
antara si miskin dan si kaya memiliki kesamaan, sama-sama berharap diri mereka
dan keluarganya tidak mengalami gangguan kesehatan atapun menderita kesakitan.
Dan memiliki hak yang sama pula untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
terbaik.
Namun bila melihat potret masyarakat seluruh Indonesia
secara jujur, kira-kira siapa yang kondisi kesehatannya lebih baik. Terutama
bila melihat pola kehidupan dari masing-masing golongan tersebut, si miskinkah?
Atau si kayakah?
Si miskin terbiasa bangun pagi, ke tempat
kerjanya lebih sering berjalan kaki atau naik sepeda. Kerjanyapun juga bukan
sembarang kerja, lebih banyak melakukan olah fisik, petani dengan mencangkul,
kuli dengan angkat-angkat beban, tukang becak dengan mengayuhnya, pedagang
keliling dengan berjalan, memikul dan mendorong.
Sementara si kaya, mungkin sama-sama bangun pagi,
namun tidur mereka mungkin lebih larut, lembur, tugas atau sekedar nongkrong
bersama teman. Ke tempat kerja minim naik motor, angkot, trans, atau mobil
pribadi. Kerjanya lebih banyak menggunakan otak dan pantat, otak untuk berpikir
berjam-jam, sementara pantat untuk menyangga separuh tubuh bagian atas. Olah
raga hanya sesekali itupun kalau sempat dan kalau sedang kepingin.
Pola makan, si miskin lebih banyak makan sayur
dan air putih saja, jarang minum manis apalagi minuman bersoda. Sementara si
kaya makan aneka daging olahan, coklat manis, es krim aneka rasa, minuman
bersoda, dsb.
Lihat pula bagaimana anak-anak mereka, anak si
miskin bermain layang-layang, ke sungai mencari ikan, bermain bola ditanah
lapang, petak umpet, dan segala jenis mainan tradisional yang lain. Sementara
anak si kaya, lebih betah main komputer, android, mesin game, dan lain
sebagainya.
Belum lagi tentang kemelekkan mereka tentang
pentingnya kesehatan? Siapa yang lebih peduli tentang kesehatan diri dan
keluarga mereka? Si miskinkah? Atau si kayakah?
Si kaya, tidak perlu menunggu sakit mereka akan
secara rutin mengontrolkan kondisi kesehatan mereka. Terlebih bila merasakan
gejala badan tidak enak, maka dengan tangkas dan cepat pergi ke dokter, cek
tensi, dan semacamnya.
Beda dengan si miskin yang alergi dengan hal
berbau medis, selama rasa sakit masih bisa diabaikan dan ditahan (ora
dirasa), maka selama itu pula tidak bakal beranjak ke puskesmas ataupun ke
dokter. Kalau sudah tak tertahankan rasa sakitnya maka baru digotong ke rumah
sakit sambil meringis. Bukan karena mereka abai terhadap kesehatan, namun
mencoba berpikir realistis, kalau sampai ngamar dirumah sakit maka dapur tidak
bakal bisa ngepul, mau makan apa anak dan istri mereka.
Dengan pola hidup seperti tersebut diatas, mana
yang penggunaan BPJS-nya lebih banyak membutuhkan biaya? Si miskin yang mungkin
hanya sesekali kena masuk angin dan sedikit demam, ataukah si kaya dengan
ancaman kolesterol, gula darah, jantung, dan sebagainya?
Jadi sebetulnya siapa membiayai siapa? Dan
rasanya kurang tepat juga kalau dikatakan bahwa si kaya membiayai si miskin,
siapa tahu justru malah sebaliknya.........
Mungkin yang agak tepat adalah yang sehat
membiayai yang sakit, tapi bila pada kenyataannya yang satu begitu merasakan
sakit langsung menyegerakan diri berobat (sering menggunakan dana BPJS),
sementara yang lainnya mati-matian menahan rasa sakit demi tetap bisa bekerja
mencari sesuap nasi (jarang menggunakan dana BPJS). Maka yang lebih banyak
memakai subsidi kesehatan, hasilnya juga akan sami mawon……..
Apapun itu, saya sepakat dengan pendapat yang
meminta/menganjurkan sebaiknya iuran BPJS memang diniatkan secara
ikhlas untuk bersedekah, maka hal tersebut jauh lebih bermanfaat. Membantu yang
lebih membutuhkan apapun golongannya dengan tulus tanpa pamrih, karena suatu
saat pasti akan mendapat balasannya. Mungkin bukan balasan kelak di akhirat,
tapi bisa juga dalam bentuk selalu diberi kesehatan jasmani dan
rohaninya........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar