Kuda krempeng itu
Menarik kereta kencana di karnaval tujuh belasan
Kereta kencana yang dihias dekorasi menawan
Sound system menggelegar, mengalun lagu kesenangan
Diatas atas kereta itu
Naik puluhan orang berbagai kostum
Pengusaha, wartawan, pedagang, dokter, hansip, semua tersenyum
Kusir dengan pecut berayun, pongah dengan seringai dikulum
Di jalan protokol itu
Taburan bunga dan lumpur silih berganti
Sorak sorai dan hujatan datang dan pergi
Kuda kerempeng itu
Dipuji menjadi kuda hitam ditiap perlombaan
Postur tubuh, bahasa tubuh, bentuk kaki, cara jalan
Menunjukkan dia kuda unggulan
Pun dicaci menjadi kuda yang tidak selesai balapan
Kuda lemah yang takut pada kusir arogan
Senyum kuda itu
Tetap tersungging, diantara bunga dan lelumpuran
Diantara pujian dan cacian
Semua diterima atau terpaksa menerima
Kebetulan dia yang ada didepan sana
Orang berkostum itu
Tetap menari
Tarian yang semakin menjadi
Tak mau tahu dan tak merasa malu
Karena didepan, kuda siap membisu dan membatu
Akankah tetap seperti itu
Dipuji dan dihujat
Bunga dan lumpur
Senyum senang dan meringis kesakitan
Kuda itu
Tak inginkah sedikit berani
Tak inginkah sedikit dengar nurani
Menjadi kuda mandiri
Harum tegakan kebenaran meski sebentar
Dikenang jadi kuda dengan nama besar
Dari pada abadi menjadi kuda yang inkar
Penumpang itu
Tak peduli pada harum namamu
Hanya butuh tubuhmu
Tuk tameng lindungi lemparan batu
Tuk tetap bisa menari dan bersuka diatas keretamu
Kasihan....
Entahlah, karena kulihat kuda itu terlihat nyaman
Gambar: http://www.antaranews.com/berita/367015/hut-ke-486-dki-jaya-akan-sangat-meriah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar