Jumat, 07 Agustus 2015

Nafsu dan Ikhlas, Antara Komentator Bola dan Pemain Bola

Meski sama-sama penyuka bola, tapi pada akhirnya sudut pandang adalah hal yang membedakan antara komentator bola dan pemain bola. Bila dari titik 0 dua garis sudah memiliki sudut meski hanya 1 derajat, maka bila ditarik hingga ribuan kilo meter pun tetap tidak akan bisa bertemu diujungnya (bahkan akan semakin melebar).

Sehebat apapun seorang komentator bola mencoba mejelaskan tentang nafsu haus gol seorang penyerang (bahkan hingga mulutnya berbusa-busa), tidak bakal sedikitpun bisa mewakili penjelasan yang sebenarnya dari sudut pandang pemain yang sesungguhnya.

Sehebat apapun seorang pengamat bola tidak bakal bisa menjelaskan keikhlasan dari para pemain bola yang membela negaranya, keikhlasan dari pemain bola yang hanya diberi penghargaan dan gaji sekedarnya.

Tidak ubah seperti menjelaskan manisnya gula aren dengan sudut pandang gula kristal/pasir, meskipun seorang ahli gula kristal yang telah puluhan tahun meneliti dan mempelajari gula kristal tersebut, tetap tidak akan bisa dengan tepat menjelas manisnya gula aren.

Selama belum pernah mencicipi atau merasakan gula aren, maka penjelasan tentang manisnya gula aren hanyalah sekedar rabaan, pekiraan, penyamaan, dan sebagainya, tidak lebih dan tidak kurang.

Menjelaskan tentang nafsu, ikhlas, manis tanpa pernah mencoba mengalaminya sendiri, hanya akan berujung pada kata inikah rasanya, bukan inilah rasanya.

Itulah perbedaan besar antara pelaku dan komentator, seperti perbedaan antara guru sufi dan murid sufi, sang guru pernah nglakoni sendiri semua yang pernah disampaikannya/diajarkannya, sementara sang murid hanya sekedar katanya guruku.

Sang guru tak butuh menulis di blog pribadi maupun blog keroyokan untuk memberikan pencerahan, sementara sang murid dengan semangat ’45 menunjukkan “kepintarannya” dengan menulis dan berbicara hingga berbusa-busa........



Tidak ada komentar:

Posting Komentar